Rakyat Indonesia Juga Masyarakat Global, Mulailah Tinggalkan Kebiasaan-kebiasaan Ini
- Friends Du Jour
- Sep 13, 2016
- 3 min read

Istilah masyarakat global semakin gencar diperkenalkan pada publik, mengingat kemajuan zaman yang semakin cepat menyebabkan timbulnya masalah-masalah yang harus diselesaikan secara bersama-sama. Bersentuhan dengan kehidupan masyarakat dari negara lain juga menjadi begitu mudah dengan bantuan media sosial. Sejak tahun 2005 masyarakat dari berbagai penjuru dunia menganggap dirinya tidak lagi sebagai masyarakat suatu negara, tetapi juga masyarakat dunia. Hal ini terbukti dari hasil survey yang dilakukan oleh World Values Survey di 100 negara. Manusia terhubung dengan manusia lain dari negara yang berbeda. Isu yang terjadi di negara X dapat dikonsumsi oleh negara Y. Hal-hal yang sedang menjadi tren di negara Y juga dapat dinikmati oleh negara Z.
Di tahun-tahun mendatang, interaksi dengan orang-orang lintas budaya hingga lintas negara mungkin akan lebih sering kita alami. Oleh karena itu, kita mulai harus menyesuaikan diri agar tidak memicu kesalahpahaman dan konflik, khususnya antara budaya timur dan barat. Untuk menjalin hubungan yang lebih akrab dengan orang yang berbeda negara, sebaiknya kita meninggalkan 5 kebiasaan berikut; yang masih sering kita temukan pada sebagian rakyat Indonesia.
1. Tidak Mengucapkan Salam
Di beberapa kota besar misalnya ibu kota, ucapan “selamat pagi” “selamat siang” atau “selamat malam” pada orang yang kita kenal atau juga tidak, seperti pengemudi ojek online sepertinya sudah menjadi hal yang lumrah. Namun, di beberapa daerah di Indonesia, mengucap salam pada orang lain pada saat bertemu masih jarang kita temukan. Di kota tempat saya lahir dan dibesarkan, kota yang notabene sudah lebih maju dari kota-kota lain di Sumatera; mengucapkan salam pada orang lain masih terasa sebagai sesuatu yang aneh. Saya beberapa kali bereksperimen mengucapkan salam pada pengemudi taksi dan para karyawan yang memberikan pelayanan publik saat pulang ke kampung halaman. Sebagian besar dari mereka bahkan tidak membalas salam saya. Saya maklum karena mungkin memang ini terjadi karena tidak terbiasa. Jika dipikir-pikir, hanya diam ketika berhadapan atau berpapasan dengan orang lain memang terasa tidak etis. Oleh karena itu, cobalah untuk membiasakan mengucap salam ketika bertemu atau saat pertama kali berinteraksi dengan orang lain.
2. Membagikan Informasi Seseorang
Orang Indonesia terkenal ramah. Kita mudah sekali menyapa dan berbincang dengan orang, misalnya ketika sedang menunggu kereta atau mengantre di kasir. Kebiasaan ini terkadang membuat orang Indonesia terkesan serba ingin tahu kehidupan orang lain hingga berujung pada kegiatan menebar kabar burung dan membicarakan orang lain di belakang. Sementara itu, orang-orang dari negara lain, khususnya negara barat sangat mengutamakan privasi. Sebagai contoh, A adalah warga negara barat yang tinggal di Indonesia. Ia berbagi kabar bahagia pada B; orang Indonesia yang menjadi temannya. Di Indonesia, kabar baik adalah sesuatu yang baik untuk disebarkan pada orang lain. B akhirnya menyampaikan kabar bahagia A pada C dan D. Dalam konteks budaya A, ia merasa bahwa hal tersebut tidak sopan karena membagikan kehidupan personal seseorang pada orang lain. Dalam konteks budaya B, hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Oleh karena itu, ketika berinteraksi dengan budaya barat, kita mulai harus menyesuaikan diri untuk tidak menjadi orang yang terlalu terbuka karena bisa saja hal tersebut menimbulkan kesalahpahaman.
3. Malu Saat Dipuji
Alih-alih mengucapkan terima kasih, rakyat Indonesia kerap kali menolak pujian yang diberikan, merasa malu, dan merasa tidak pantas menerima pujian tersebut. Menerima pujian seperti “bagus sekali bajunya” atau “saya suka sepatu kamu, warnanya bagus” malah dibalas dengan ungkapan “masa sih?” “gak ah!” “apaan sih!” hingga senyum-senyum seolah mengabaikan pujian dari orang lain. Mungkin, kebiasaan ini memang kultur masyarakat timur yang tidak mau terkesan sombong. Akan tetapi zaman telah berubah. Ucapkan terima kasih dan tidak perlu menghindar. Orang yang memberikan pujian juga lebih senang mendengar respon tersebut.
4. Menanyakan Agama
Negara-negara luar khususnya kawasan barat adalah negara sekuler. Mereka menganggap bahwa agama adalah urusan yang sangat pribadi dan tidak perlu diketahui oleh orang lain. Di Indonesia, menanyakan agama seseorang sepertinya masih dianggap biasa. Di daerah-daerah di Indonesia saya masih sering mendapat pertanyaan "kamu muslim?" atau "kamu agamanya apa?". Apabila bertanya dengan sesama orang Indonesia, mungkin hal tersebut masih dimaklumi. Akan tetapi, ketika berinteraksi dengan warga negara asing, kita tidak diperkenankan bertanya hal tersebut. Kita mulai harus memahami bahwa bertanya tentang agama seseorang berarti melewati batas pribadi orang tersebut.
5. Tidak Mengenalkan Teman atau Kerabat Ketika Tidak Sengaja Bertemu Teman Lain
Ketika sedang berjalan-jalan bersama kerabat, kita tiba-tiba bertemu dengan seorang teman. Kita pun menyapa teman tersebut dan berbincang dengannya. Kita membiarkan kerabat kita menunggu atau membiarkannya berada bersama kita saat berbincang-bincang tetapi tidak memperkenalkannya pada teman yang sedang kita ajak bicara. Hal ini masih sering terjadi di Indonesia.
Saya memiliki teman yang berasal dari suatu negara di Eropa. Saat itu ia sedang berbicara dengan seorang temannya. Setelah mengobrol beberapa saat, ia meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada saya karena lupa memperkenalkan saya kepada temannya di awal pertemuan tadi karena begitu antusias ketika bertemu. Sebagai orang Indonesia, menurut saya hal tersebut bukanlah masalah yang besar, namun bagi orang barat hal tersebut sangatlah penting. Oleh karena itu, ketika kita berada dalam situasi seperti ini, sebaiknya kita tidak lupa saling mengenalkan teman kepada teman lainnya.
Comments