top of page

Pembelajaran Bucket Ayam Goreng Seharga Rp 70.000

  • Writer: Friends Du Jour
    Friends Du Jour
  • Sep 11, 2016
  • 3 min read

Mengapa ada orang sukses dan ada orang “RATA-RATA”? Tidak perlu jauh memandang.

Cukup lihat sebuah bucket ayam goreng seharga Rp 70.000.



Pada hari peringatan kemerdekaan RI ke-71 yang lalu, satu berita besar tersebar luas di internet dan media sosial: Sebuah restoran ayam goreng cepat saji yang terkenal menawarkan diskon untuk satu bucket ayam goreng sebesar 50%. Masyarakat dapat menikmati bakul berisi 9 potong ayam goreng seharga sekitar Rp 70.000 dari harga biasa yang tertera di iklan yang sama sebesar kurang lebih Rp 140.000. Ibu tetangga yang berkunjung ke rumah sempat bercerita bahwa ia sedang membeli tawaran spesial tanggal 17 Agustus tersebut via Go-Food. Di mana-mana, gerai ayam goreng cepat saji tersebut penuh sesak diisi oleh orang-orang yang mengantre panjang untuk bisa membeli bakul ayam yang sedang diskon. Sang ibu tetangga pun menceritakan betapa si abang Go-Jek kewalahan dalam mendapatkan pesanan yang menjadi menu populer masyarakat pada hari itu. Untuk memesan bucket itu diperlukan waktu dua jam antrean dan untuk melakukan pembayarannya diperlukan waktu dua jam antrean pula. Antrean panjang lebih menggila lagi di gerai yang berada di dalam mall. Ada pembeli yang pergi sebentar sembari menunggu nomor antrean, ada pula; lebih banyak lagi; yang rela berlama-lama berdiri dalam antrean. Orang-orang rela berdiri dan menunggu berjam-jam, semua demi potongan harga Rp 70.000, belum termasuk beberapa ketidaknyamanan yang didapat seperti kurang tiga potong ayam atau ayam yang masih mentah. Kenal orang yang ingin berbaris selama berjam-jam hanya untuk mendapatkan sesuatu yang Rp 70.000 lebih murah?

Apakah kamu salah satu di antara mereka?


Sebenarnya hal seperti ini sudah biasa; dan reaksi saya selalu sama: Ada apa dengan orang-orang ini? Saya katakan: Orang-orang ini menghargai waktunya dengan harga gratis.


Bak udara yang mereka hirup dan sinar matahari yang mereka nikmati, mereka berpikir bahwa waktu itu berlimpah ruah dalam jumlah yang tak terhingga. Mereka hidup seakan-akan kekal abadi. Mereka yakin bahwa waktu tidak akan pernah habis.


Saya penasaran jikalau mereka hanya memiliki sisa waktu dua minggu untuk hidup, apakah mereka masih mau berdiri dalam antrean demi seember ayam goreng? Bagaimana kalau waktu tersisa tinggal tiga bulan lagi? Atau tiga tahun? Pada tingkatan waktu hidup berapa lama mereka masih bisa menukar setiap detik mereka secara gratis? Jika waktu tiga jam bisa dibeli dengan harga Rp 70.000, saya yakin para orang kaya dan sukses akan berbondong-bondong bersedia menukarkan banyak uang mereka untuk membeli waktu lima tahun, dua puluh tahun, hingga seratus tahun lebih untuk dapat hidup lebih lama di dunia.


Lihatlah sekitarmu. Bagaimana saudara dan teman-temanmu menghargai waktunya? Apakah mereka mengantre untuk berhemat Rp 10.000? Apakah mereka dengan santai menghabiskan empat malam dalam seminggu dengan nongkrong di kafe-kafe bersama teman? Berapa banyak dari mereka yang berdebar-debar menunggu di depan televisi untuk mengetahui pemenang sebuah kontes pencarian bakat nasional?


Ketika mencoba bertanya kepada teman-teman, kebanyakan jawaban yang saya dapatkan sangat sederhana: Hiburan.

Hidup tidak selalu indah. Hidup butuh pelarian. Hidup butuh hiburan. Tunjukkan saya seseorang yang selalu menghabiskan banyak waktunya bermain Candy Crush atau Farmville dan saya akan tunjukkan kamu seseorang yang mungkin bukan orang sangat sukses.


Ketika hidup tidak menyenangkan, pelarian selalu dicari. Saya tidak terlalu membutuhkan apa yang disebut pelarian itu karena saya menginvestasikan waktu saya pada proyek dan karya yang ingin saya wujudkan dalam hidup. Semua rencana dan proses merealisasikannya itu sangatlah menyenangkan dan menantang bagi saya sehingga saya sampai pada titik ketika saya tidak terlalu membutuhkan hiburan yang “dibuat-buat” dalam kehidupan sehari-hari saya.


Saya mulai menjadi orang yang sangat menghargai waktu semenjak saya membuat rencana dalam hidup pada pertengahan masa kuliah. Ide-ide terus bermunculan dan aktivitas-aktivitas penting tercantum dalam rencana menunggu untuk direalisasikan. Di sisi lain, ujian dan tugas-tugas kuliah harus saya lewati dengan baik sehingga saya perlu memberikan mereka porsi waktu yang cukup. Tidak jarang dua hari libur akhir pekan terasa cepat berlalu saat saya menyelesaikan satu per satu proyek saya dengan intensif. Saya mulai merasa betapa saya membutuhkan waktu lebih untuk dapat mewujudkan tahapan-tahapan rencana demi mengubah hidup saya. Namun, semua itu saya jalani secara “sadar” dan dengan menikmati setiap langkah dalam perjalanannya. Saya mengerti, jika saya menggeluti suatu kesibukan secara tidak “sadar” dan tanpa target, saya dapat menjadi Sisyphus yang selalu mendorong batu besar ke atas bukit.


Pelajaran dari kisah ember ayam: Hargai waktumu dengan harga “rata-rata”, maka kamu akan menjadi orang “rata-rata”. Jika kamu tidak mengarahkan alokasi waktumu dengan baik dan benar, suatu saat dalam hidupmu, kamu akan tersasar pada tempat yang tidak kau inginkan; dan itu berarti kamu mengalami hal yang sama seperti rata-rata kebanyakan orang.

Comments


ARTIKEL TERBARU

ARTIKEL PILIHAN

KATEGORI

Komentar

bottom of page